Data Buku
Judul: Masa Lalu Selalu Aktual Jilid
II
Penulis: P.
Swantoro
Penerbit: KPG
(Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta
Cetakan: I,
September 2018
Ukuran: 14
× 21 cm
Tebal: xi
+ 392 hlm.
ISBN: 978-602-481-029-0“SEJARAH terbentuk dari siklus. Riwayat berputar seperti roda gerobak sapi,” kata Goenawan Mohamad, “masa baik datang, tapi nanti masa buruk menggantikan.” Justru sebab itulah, Polycarpus Swantoro menerbitkan buku ini: agar kita belajar sesuatu dari masa lalu. Agar kita mampu senantiasa mewawas diri.
Buku
ini merupakan jilid kedua (terakhir) dari seri Masa Lalu Selalu Aktual; sepilihan catatan Swantoro yang dimuat
dalam rubrik Fokus Peristiwa Pekan Ini
di Kompas pada 1978-1989. Catatan itu
memuat serbaperistiwa mutakhir pada masa itu.
Ada
66 tulisan di dalamnya. Lima belas di antaranya merupakan tulisan berlatar
Indonesia. Empat lainnya adalah peristiwa di negara lain yang dibandingkan
dengan kondisi Indonesia. Sisanya merupakan analisis peristiwa yang terjadi di
mancanegara.
Tema
tulisan di dalamnya beragam. Ada politik, sosial, ekonomi, jurnalistik, dan
lain-lain.
Menariknya,
tak hanya mengamati peristiwa kekinian, dalam tulisan-tulisan itu, Swantoro
juga menyandingkan tiap-tiap peristiwa masa itu dengan peristiwa serupa pada
masa lalu. Bagi Swantoro yang pernah menjadi dosen sejarah itu masa lalu, masa
kini, dan masa datang saling terhubung.
Ada
kausalitas. In het heden ligt het
verleden, in het nu watkomen zal. Dalam masa sekarang kita dapatkan masa
lalu, dalam masa sekarang kita mendapatkan apa yang akan datang. Oleh sebab
itu, meski tulisan yang dihimpun dalam buku ini telah berusia paling lama 40
tahun, ia toh masih punya daya pikat tersendiri.
Ambil
misal tulisan yang menyoroti tentang kejahatan dengan senjata api di Indonesia.
Swantoro mengajak kita untuk membayangkan kisah kejahatan seorang narapidana
yang dimuat dalam buku bertajuk Crime in
Developing Countries: A Comparative Perspective, terbitan 1973. Oleh sebab
pelaku dalam kasus itu menggunakan senjata api, maka Swantoro mengusulkan
operasi senjata. Operasi semacam itu pernah mangkus dilakukan oleh Polri pada
1977. (Hlm. 62-66)
Selain
itu, yang tak kalah penting, tambah Swantoro, adalah kedisiplinan dan tanggung
jawab penuh pemilik senjata api. Baru-baru ini, kita dikejutkan oleh berita
tentang peluru yang menyasar mengenai gedung DPR. Dua oknum PNS dengan pistol
pinjaman diduga menjadi pelakunya. Mungkin, itu merupakan bukti bahwa bahasan
Swantoro tentang senjata api masih menemu relevansinya hingga masa kini.
Sayangnya,
beberapa tulisan rasanya kurang mendalam. Tulisan tentang perjudian dalam
kehidupan masyarakat, misalnya. Tulisan itu menceritakan penutupan judi Toto
Greyhound oleh Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo (1977-1982) pada Oktober
1978. Meskipun, dengan adanya penutupan itu, hilanglah penghasilan Rp3 miliar
untuk kas DKI Jakarta.
Dalam
tulisan itu, Swantoro tak mendeskripsikan secara detail akar sejarah perjudian pada
masa lampau. Bahkan, Swantoro juga tak menyebutkan secara tersurat bahwa judi Toto
itu diresmikan oleh Ali Sadikin (1966-1977), gubernur sebelum Tjokropranolo.
Tirto.id
mencatat bahwa perjudian disahkan oleh Ali Sadikin demi pembangunan Jakarta. “Saya
sahkan judi itu. Mulai dengan lotere totalisator, lotto, dengan mencontoh dari
luar negeri. Lalu dengan macam-macam judi lainnya. Sampai kepada Hwa Hwe,"
kenang Ali.
Sejarah
menunjukkan bahwa persoalan perjudian sesungguhnya tak dapat diselesaikan
dengan asal melarang atau membiarkan. Terbukti. Pada 1985-1993, pemerintah
meresmikan bentuk judi lainnya: Porkas, KSOB, dan SDSB. Sekarang, kita bahkan
mengenal perjudian daring.
Akhirnya,
seperti kata Swantoro, “Semua bentuk perjudian pada hakikatnya merupakan
taruhan mengenai hasil suatu pertandingan, suatu pertarungan, suatu kontes. Petaruh
yang curang akan berusaha menang dengan segala jalan.” (Hlm. 20)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar