Sabtu, 02 Juni 2018

Yang Muda yang (Membayangkan) Bercinta


KAWAN saya, sebut saja namanya Kliwon—sesuai nama samarannya, ia lahir dengan weton Kliwon—bercerita bahwa ia mengintip orang tuanya bercinta. Saya penasaran. Bagaimana bisa?

Mau bêngi, paling dikirå aku wis turu. Bapak-ibu mlêbu kamar têrus lawangé dikunci. Biasané ora. Pênasaran. Dakincêng saka bolongan kunci,” jelasnya. Tentu saja, kawan saya itu lalu menceritakan adegan demi adegan berikutnya. Ah, sudah, biar saya simpan sendiri. Daripada sampean batal puasa karenanya.

Yang jelas, ceritanya detail dan menarik—kalau tak mau disebut merangsang. Kata orang zaman old, orang yang wetonnya Kliwon memang pandai bicara. Entahlah, ceritanya kali ini memang menarik karena ia ditakdirkan pandai bicara atau karena temanya sangat saya minati.

Eh, omong-omong, sampean tahu stereotip orang Indonesia? Salah satu karya terkenal yang memuat pembahasan tentangnya adalah Manusia Indonesia. Mochtar Lubis, penulisnya. Sampean dapat membacanya kalau mau.

Menurut Lubis, setidaknya ada 12 stereotip orang Indonesia yang menonjol. Salah satunya, suka dengan takhayul. Konkretnya, mereka gandrung cerita hantu-hantu. Mereka percaya bahwa karakter seseorang dipengaruhi oleh weton. Dan, mereka akan bersegera pergi ke dukun ketika usahanya macet, ditolak cewek, atau kehilangan barang berharga. Tak masuk dalam hal ini adalah kehilangan akal sehat dan hati nurani. Dua hal itu belum dianggap sebagai sesuatu yang berharga.

Kecuali itu, ada stereotip yang belum disampaikan oleh Lubis. Pertama, suka dengan dunia pergosipan. Kedua, suka menonton sinetron. Diréwangi rêbutan saluran tipi karo anaké barang, jé. Dan ketiga, ini yang penting, suka hal-hal yang berhubungan dengan seks. Ndak percaya?

Dalam laporan tahunan Pornhub, situs penyedia jasa film porno terpopuler, disebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu pengakses terbanyak blue film. Bahkan, untuk akses melalui gawai, Indonesia menduduki peringkat ke-2 di dunia. Peringkat pertamanya, Turki.

Dikutip dari tirto.id, warganet di Indonesia rerata menonton film porno melalui jaringan internet selama 3 menit 36 detik. Beberapa kata kunci pencarian tema yang paling diminati adalah ayah, ibu, anak sekolah, teen, threesome, gangbang, dan Jepang.

Siapa yang gemar mengaksesnya? Hampir semua. Generasi Milenial adalah pengakses terbanyak (74%). Dalam hal ini, Indonesia hanya kalah dengan India.

Survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 4.500 pelajar SMP dan SMA di 12 kota besar di Indonesia menunjukkan hasil yang laras dengan laporan Pornhub tersebut. Disebutkan, 97% responden mengaku telah mengakses situs berkonten pornografi melalui internet.

Lebih lanjut, KPAI menemukan bahwa 92,7% responden telah melakukan kissing dan oral sex, 61% pelajar SMP telah melakukan hubungan seks di luar nikah, dan 21,2% siswi SMU telah melakukan aborsi. Menurut Dirjen Aplikasi Informatika, Ashwin Sasongko, salah satu penyebab banyaknya angka tersebut adalah kemudahan akses konten pornografi melalui internet. Nah.

Sampean bisa bayangkan saat beberapa stereotip itu dieksploitasi dalam industri perfilman. Sebut saja, Pocong Mandi Goyang Pinggul, Rintihan Kuntilanak Perawan, Pacar Hantu Perawan, Suster Keramas, Suster Keramas 2, dan Rayuan Arwah Penasaran. Film-film itu melibatkan pemeran film porno seperti Sasha Grey, Tera Patrick, Vicky Vette, Misa Campo, Rin Sakuragi, Sora Aoi, dan Leah Yuzuki. Maka, meski dinilai anjlok dari segi kualitas oleh beberapa kritikus, toh film-film itu masih lumayan laku karena terdongkrak nama bintang porno yang ikut berakting di dalamnya.

Saya, demi memantaskan diri sebagai orang Indonesia dengan segala stereotipnya, menyukai cerita Si Kliwon. Kemudian diam-diam saya olah ceritanya dengan imajinasi yang lebih hidup. Edan!

Saat itu, kami masih SMP. Kelas satu. Di kota kami, semua siswa kelas tersebut masuk siang. Itu jadi semacam berkah tersendiri. Kami masih sempat mengerjakan tugas pada pagi hari setelah malam sebelumnya kami bersantai.

Bagi Kliwon, itu juga berkah lo. Ia dapat menonton blue film di stasiun televisi Prancis. Tiap Rabu dan Jumat kalau saya tak salah ingat. Pernah suatu kali, demi menuntaskan penasaran, saya mengesampingkan rasa malu dan memenuhi undangan berkunjung ke rumahnya untuk menonton bersama. Saya berdebar. Bahkan sejak langkah kaki pertama saya meninggalkan rumah. Satu jam. Dua jam. Tiga jam. Filmnya tak tayang juga. Sial.

Pubertas dini. Orang tua sering kali tak segera menyadarinya. Padahal, itu nyata. Pada akhirnya, anak-anak memuaskan rasa ingin tahu, juga hasratnya saya kira, melalui sumber-sumber yang berada di luar kendali orang tua. Sayangnya, tak semua informasi itu benar.

Orang tua rasa-rasanya ganjil juga menerangkan kepada anaknya bahwa selain untuk pipis, kelamin punya fungsi lain yang nagihi. Bikin ketagihan.

Sebenarnya, di madrasah ada dan biasa dikaji kitab-kitab tentang hal privat semacam itu. Sebut saja misalnya, Syarah 'Uqudu al-Lujain, Qurratul ‘Uyun, dan Fathul Izar. Tentu kajian disesuaikan dengan tingkatan tertentu. Namun, tuntas. Sekolah umum tak punya itu. Seksualitas kemudian direduksi hanya sebagai sarana reproduksi.

Maka, pesan dari pergosipan kali ini adalah nèk sampean tak punya cukup keberanian dan pikiran merdeka, please, tutuplah jendela, ventilasi, pintu, dan lubang kunci rapat-rapat sebelum bercinta. Jauhkan pula pikiran dari ide mendokumentasikan aktivitas itu.

Oh ya, Kliwon, kawan saya itu, lahir dengan haståwårå atau padewan Kala. Orang yang lahir dengan haståwårå ini biasanya pemarah, suka mengganggu orang lain, dan suka berbohong. Eh, tunggu. Bohong?!•fgs



Tidak ada komentar:

Posting Komentar