Kamis, 25 April 2013

Belajar dari Film, Kenapa Tidak?


Menikmati Film - Dok. Pelatihan KPMD




ALIH-ALIH mencerdaskan dan, sekaligus, menyenangkan, pelatihan sering kali justru menjadi hal yang membunuh kreativitas dan, harus diakui, membosankan. Pelan-pelan pelatihan yang seharusnya dirayakan sebagai momentum bersama untuk berrefleksi, menggugat diri, dan menikmati materi latih yang bergizi, terdistorsi menjadi sekadar penggugur kewajiban. Dan sayangnya, kita terlambat dalam menyadarinya.
Lalu, satu demi satu peserta latih pun tak lagi lengkap. Mereka enggan hadir. Yang hadir pun, tak lama kemudian kehilangan fokus. Mereka bosan. “Padhâna se lambhâ’, seperti yang lalu,” kata mereka. Biasanya, alasan atas terjadinya hal itu adalah penyelenggaraan pelatihan yang dilakukan dengan metode yang sama dan materi yang juga lebih kurang sama.
Pada aras ini, mestinya pelatih piawai mengelola pelatihan dalam konteks jenis dan metode latih. Jenis pelatihan tak hanya klasikal, tetapi ada juga in-service training (IST), on the job training (OJT), comparative study, cross visit, focus group discussion (FGD), dan sebagainya. Selain ceramah, metode latih yang dapat digunakan adalah tanya jawab, bermain peran, dan lain-lain.
Eksperimen dalam jenis dan metode pelatihan seperti itu sering dilakukan di Kecamatan Banyuputih. Pelatihan KPMD IV pada 3 Oktober 2012 di Kantor UPK Kecamatan Banyuputih adalah salah satunya. Dalam pelatihan tersebut, pada satu sesi terakhir, KPMD diajak untuk menonton film SiKompak. Setelah film selesai, mereka mendiskusikan isi dari film itu. Fokus diskusi adalah materi yang disampaikan sebelumnya, yaitu: (1) teknik bertanya dan mendengarkan, (2) teknik mengatasi situasi sulit, dan (3) profil tandem. Hal ini diapresiasi baik oleh peserta.
Memang, pelatihan dapat saja diandaikan seperti sebuah perjalanan. Selalu tersedia banyak cara untuk menuju suatu tempat. Banyak jalan menuju Roma, kata orang.•






Tidak ada komentar:

Posting Komentar