Data Buku
Judul: Yang Tak Sampai...
Penulis: Ludiro Prajoko
Penerbit: Diantika Publishing
Cetakan: I, Maret 2012
Ukuran: 11
× 18 cm
Tebal: xiii + 117 hlm.
ISBN: 978-602-98605-1-1
ISBN: 978-602-98605-1-1
Harga: Rp30.000
Peningkatan kapasitas (capacity building)
dalam PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd)
tak selalu dilaksanakan sesuai dengan tujuan adanya.
Tak jarang kegiatan tersebut direduksi menjadi sekadar pelengkap
bahkan penggugur kewajiban.
ADALAH Ludiro Prajoko, seorang mantan konsultan National
Management Consultant (NMC) PNPM-MPd, yang berupaya menyampaikan
gagasan mula kegiatan peningkatan kapasitas itu dalam sebuah buku kecil
berjudul Yang Tak Sampai ... . Ya, benar-benar sebuah buku
kecil. Tetapi, anggapan bahwa nilai buku ini tak sekecil wujudnya sungguh tak
berlebihan.
Buku ini menarik. Pertama, seperti telah disampaikan di awal,
penulis buku ini berasal dari internal PNPM-MPd. “Orang dalam,” kata orang. Ia
mengawali karirnya pada 2003 sebagai fasilitator pelatihan untuk Provinsi Bali
dan NTB. Saat itu PNPM-MPd masih bernama Program Pengembangan Kecamatan (PPK).
Kemudian ia dipercaya mengemban tugas sebagai Spesialis Pelatihan PNPM-MPd
untuk Provinsi NTT. Sejak akhir 2007, ia melanjutkan kariernya sebagai
spesialis untuk Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) di
lingkungan NMC. Akhirnya, ia menjabat sebagai Deputy Team Leader (DTL) Devisi
Support Program yang menaungi sejumlah pilot project dan
program khusus PNPM-MPd pada 2009-2011. Artinya, pengetahuan dan pengalaman
penulis mengenai seluk beluk PNPM-MPd, khususnya dalam bidang penguatan
kapasitas, tak diragukan lagi.
Kedua, buku ini ditulis justru ketika sebagian besar fasilitator PNPM-MPd terjebak dalam kesibukan menyelesaikan tahapan kegiatan dan beban laporan. Buku ini pun diterbitkan justru ketika sebagian besar fasilitator PNPM-MPd tak dapat mengaktualisasikan diri melalui kegiatan yang kaya dan memerkaya wawasan, membaca dan menulis misalnya.
Ketiga, buku ini lahir dan memberikan titik terang ketika
belakangan dana untuk Ruang Belajar Masyarakat (RBM) sebesar Rp300 juta per
kabupaten memicu kegaduhan dan mengacaukan suasana. Soal RBM tersebut, penulis
buku ini meluruskan dengan tegas, “Siapa saja dari kalangan pelaku PNPM-MPd,
yang memahami secara benar RBM, wajib hukumnya mencegah RBM jatuh martabatnya
menjadi urusan serap menyerap DOK” (p. 80).
Buku ini terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama, Perspektif,
berisi keberadaan dan posisi dasarcapacity building, posisi strategis,
arah dan orientasi, pendekatan, sasaran strategis, serta cakupan kegiatan.
Bagian kedua, Acuan Tindak, berisi skenario pencapaian tujuan,
pelatihan fasilitator, pelatihan masyarakat, pengelolaan fasilitator-pelatih,
dan RBM. Sedangkan, bagian ketiga, Hal-hal Teknis, berisi rancang
bangun kegiatan capacity building, penyusunan modul, strategi
fasilitasi, dan gugat diri sebagai sebuah pendekatan pelatihan.
Dalam paparannya, penulis tak terjebak dalam pembicaraan teknis.
Tak ada satu pun bagian dalam buku ini yang membicarakan tentang teknik
fasilitasi kegiatan peningkatan kapasitas. Isi buku ini murni tentang gagasan.
Sebagaimana subjudulnya: Kumpulan Gagasan Seputar Capacity
Building dalam PNPM Mandiri Perdesaan. Namun, justru di situlah
letak urgensinya. Banyak pelaku PNPM-MPd teralienasi dari pemberdayaan yang
sesungguhnya dan bahkan dirinya. Mereka menjadi terbiasa berpikir dan bertindak
mekanis. Nah, buku ini menawarkan yang berbeda: gugat diri dan refeksi kritis.
Menurut penulis, peningkatan kapasitas atau capacity
building (selanjutnya disingkat CB) adalah inti keberadaan dan menjadi
aktivitas pokok dalam PNPM-MPd. Semua aktivitas dalam pelaksanaan kegiatan
PNPM-MPd digerakkan dengan dan untuk tujuan peningkatan kapasitas sebagai
syarat mutlak pencapaian tujuan program. Dengan demikian, wajar bila tersimpul
bahwa semua capaian PNPM-MPd adalah akibat dari keberhasilan atau kegagalan CB.
CB yang melekat pada setiap kegiatan PNPM-MPd berada dalam
kerangka Kesatuan Teori, Nilai, dan Tindakan (KTNT). Pendekatan KTNT merupakan
kerangka logis dan komprehensif untuk mengkaji dan mengeksplorasi gagasan,
melakukan refleksi dan evaluasi kritis berbagai masalah dan perkembangan dalam
pelaksanaan program, serta patokan bertindak para pelaku dalam konteks
fasilitasi kegiatan. KTNT, kata penulis, tak diperlukan bila pemberdayaan hanya
dipahami dan diperlakukan sebagai skenario yang mengurung masyarakat tak
berdaya dalam sebuah realitas semu yang diciptakan melalui mekanisme dan
ketentuan yang dibuat sendiri oleh program (PNPM-MPd) untuk kemudian menyuapi
dan menghibur masyarakat itu dengan BLM.
Banyak kritik yang dilontarkan oleh penulis dalam buku ini.
Pertama, dalam PNPM-MPd belum terbangun tradisi mengelola fasilitator-pelatih
sebagaimana mestinya. Menurutnya, penataan pengelolaan fasilitator-pelatih
mestinya ditempatkan dalam konteks PNPM-MPd sebagai sebuah sistem. Kedua, CB,
termasuk RBM, adalah sebuah dinamika yang didalamnya masyarakat luas dapat
melakukan transaksi komunikasi, gagasan, pemikiran, aspirasi, dan lain-lain
yang berkenaan dengan hajat hidup masyarakat. Tetapi, dalam beberapa
praktiknya, CB berubah menjadi tempat atau sarana bagi masyarakat untuk belajar
hal-hal teknis. Ketiga, dalam PNPM-MPd belum dirumuskan konsep yang jelas
sebagai acuan orientasi pelaksanaan semua aktivitas PNPM-MPd, termasuk CB. CB
belum dilaksanakan dalam skema operasi yang saling terkait secara logis,
sistematis, dan karenanya saling menguatkan. Dan keempat, kebijakan operasional
berkenaan dengan aspek strategis kegiatan CB belum tersedia.
Sedikit kekurangan dalam buku ini adalah masih ditemukannya beberapa
salah ketik. Misalkan,mengcengangkan terketik mencenganggkan (p.
55) dan fasilitator terketik fasiklitator (p.
57). Soal lain, struktur kalimat di beberapa bagian kurang baik. Pada aras
sistematika, kadang terdapat lompatan narasi atau pengulangan-pengulangan
antarsubbagian. Bisa jadi itu gaya penulis dalam mengeksplorasi ide-idenya. Dan
itu lumrah. Buku ini adalah kumpulan gagasan, maka yang demikian itu bisa dan
biasa terjadi. Toh, itu tak sampai mengganggu kenyamanan baca atau mengurangi
esensi keseluruhan karya ini. Setiap pembaca pasti ingin mencermati gagasan di
halaman demi halaman buku ini hingga tuntas.
Adalah Ludiro Prajoko, seorang mantan konsultan NMC PNPM-MPd,
yang berupaya tak hanya menyampaikan gagasan mula tetapi juga menggugat pelaksanaan
kegiatan peningkatan kapasitas dalam PNPM-MPd. Dan upaya itu (sayangnya)
berhasil.•fgs
Resensi ini diterbitkan pertama kali di Suara Mandiri, Edisi Keempat, Minggu II, Juli 2012
yup resensi yang bagus, bahasanya renyah dan sangat menggambarkan isi dengan jelas. Makasih, kebetulan Mas Ludiro adalah Senior saya di dalam dunia training. (Nugi)
BalasHapusTerimakasih. Salam dan hormat, Mas.
Hapus