PADA
pagi hari, suasana di sekitar kantor Unit Pengelola Kegiatan (UPK) kami dapat
dipastikan selalu riuh oleh suara anak-anak. Mereka bersekolah di belakang
kantor kami. Mereka riang sekali dalam mengikuti arahan guru mereka: menyanyi
dan menari. Ya, tentu saja, mereka juga belajar dengan menghafal. Salah satu
yang mereka hafalkan dengan sungguh-sungguh adalah Pancasila.
“Pancasila!” demikian kata mereka
dengan lantang, “Satu, ketuhanan yang
maha esa. Dua, kemanusiaan yang adil dan beradap. Tiga, persatuan Indonesia.
Empat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Luar
biasa. Mereka hafal Pancasila sejak dini. Selanjutnya, kita semua, bukan hanya
gurunya, perlu melanjutkan dengan mengarahkan dan memberikan contoh nyata
pelaksanaan Pancasila itu dalam kehidupan sehari-hari. Karena menurut saya,
Pancasila tak cukup dihafalkan, tetapi dihayati dan diaktualisasikan.
Berbicara
tentang contoh pelaksanaan nilai-nilai Pancasila, khususnya keadilan, saya
teringat keluhan seorang kawan soal ketakadilan dalam hal pencairan dana
program penanggulangan kemiskinan sumber APBN. Ia seorang pelaku program di
tingkat kecamatan. Menurutnya, seharusnya kecamatan mana pun yang mengajukan
pencairan lebih dulu harus diproses dan dicairkan segera tanpa menunggu
kecamatan lainnya. Selain itu, lagi-lagi menurutnya, pelaku di tingkat kabupaten
terasa selalu menekan pelaku di kecamatan; harus segera MAD, harus segera
mengajukan pencairan, dan keharussegeraan lainnya; tetapi di sisi lain, mereka
tak segera mencairkan dana setelah segala perintah mereka dilaksanakan oleh
pelaku di kecamatan. “Apa itu yang
namanya adil?” keluh kawan saya.
Saya
menghela napas sejenak. Saya sampaikan bahwa yang dimaksud dengan adil secara
leksikal adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, atau tak
sewenang-wenang. Dalam hal keluhannya, dapat dikatakan bahwa pelaku di
kabupaten yang ia maksud memang tak berkeadilan.
Seharusnya,
dalam bidang apa pun harus diterapkan sistem yang berkeadilan. Misalnya,
menegaskankan pemberian reward and punishment.
Barangsiapa yang bekerja dengan baik akan diberi penghargaan, sedangkan yang
bekerja dengan buruk akan diberi sanksi. Ini baik untuk dibudayakan.
Pemberdayaan
masyarakat juga senantiasa meneguhkan keadilan. Hal itu tercermin dalam seluruh
kegiatannya. Misalnya, adanya musyawarah desa khusus perempuan. Forum itu
memberikan kesempatan yang luas bagi perempuan untuk menyuarakan persoalan juga
dukungan yang mereka harapkan. Perempuan diupayakan memiliki kesetaraan dalam
melaksanakan perannya dan dalam memanfaatkan hasil pembangunan. Hal ini berarti
penerapan prinsip kesetaraan dan keadilan gender.
Lalu,
bagaimana para pelaku mampu memfasilitasi pelaksanaan prinsip keadilan jika
mereka tak berkeadilan? Terlalu naif berharap hilir yang jernih ketika hulu dan
proses menujunya tak mendukung kejernihan itu. Ah, contoh keadilan apa lagi
yang harus saya contohkan kepada anak-anak itu? Entahlah.•fgs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar