Rabu, 13 Juli 2011

Berkeadilan



PADA pagi hari, suasana di sekitar kantor Unit Pengelola Kegiatan (UPK) kami dapat dipastikan selalu riuh oleh suara anak-anak. Mereka bersekolah di belakang kantor kami. Mereka riang sekali dalam mengikuti arahan guru mereka: menyanyi dan menari. Ya, tentu saja, mereka juga belajar dengan menghafal. Salah satu yang mereka hafalkan dengan sungguh-sungguh adalah Pancasila.

Pancasila!” demikian kata mereka dengan lantang, “Satu, ketuhanan yang maha esa. Dua, kemanusiaan yang adil dan beradap. Tiga, persatuan Indonesia. Empat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Luar biasa. Mereka hafal Pancasila sejak dini. Selanjutnya, kita semua, bukan hanya gurunya, perlu melanjutkan dengan mengarahkan dan memberikan contoh nyata pelaksanaan Pancasila itu dalam kehidupan sehari-hari. Karena menurut saya, Pancasila tak cukup dihafalkan, tetapi dihayati dan diaktualisasikan.

Berbicara tentang contoh pelaksanaan nilai-nilai Pancasila, khususnya keadilan, saya teringat keluhan seorang kawan soal ketakadilan dalam hal pencairan dana program penanggulangan kemiskinan sumber APBN. Ia seorang pelaku program di tingkat kecamatan. Menurutnya, seharusnya kecamatan mana pun yang mengajukan pencairan lebih dulu harus diproses dan dicairkan segera tanpa menunggu kecamatan lainnya. Selain itu, lagi-lagi menurutnya, pelaku di tingkat kabupaten terasa selalu menekan pelaku di kecamatan; harus segera MAD, harus segera mengajukan pencairan, dan keharussegeraan lainnya; tetapi di sisi lain, mereka tak segera mencairkan dana setelah segala perintah mereka dilaksanakan oleh pelaku di kecamatan. “Apa itu yang namanya adil?” keluh kawan saya.

Saya menghela napas sejenak. Saya sampaikan bahwa yang dimaksud dengan adil secara leksikal adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, atau tak sewenang-wenang. Dalam hal keluhannya, dapat dikatakan bahwa pelaku di kabupaten yang ia maksud memang tak berkeadilan.

Seharusnya, dalam bidang apa pun harus diterapkan sistem yang berkeadilan. Misalnya, menegaskankan pemberian reward and punishment. Barangsiapa yang bekerja dengan baik akan diberi penghargaan, sedangkan yang bekerja dengan buruk akan diberi sanksi. Ini baik untuk dibudayakan.

Pemberdayaan masyarakat juga senantiasa meneguhkan keadilan. Hal itu tercermin dalam seluruh kegiatannya. Misalnya, adanya musyawarah desa khusus perempuan. Forum itu memberikan kesempatan yang luas bagi perempuan untuk menyuarakan persoalan juga dukungan yang mereka harapkan. Perempuan diupayakan memiliki kesetaraan dalam melaksanakan perannya dan dalam memanfaatkan hasil pembangunan. Hal ini berarti penerapan prinsip kesetaraan dan keadilan gender.

Lalu, bagaimana para pelaku mampu memfasilitasi pelaksanaan prinsip keadilan jika mereka tak berkeadilan? Terlalu naif berharap hilir yang jernih ketika hulu dan proses menujunya tak mendukung kejernihan itu. Ah, contoh keadilan apa lagi yang harus saya contohkan kepada anak-anak itu? Entahlah.•fgs



Tidak ada komentar:

Posting Komentar