PADA
27 Oktober 2009, Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Banyuputih menerima
piagam penghargaan tingkat nasional dari Direktur Jenderal Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri, sebagai UPK terbaik atas
keberhasilannya mengelola dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) dan
kelompok Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP). Ketika dilakukan penilaian
sampai dengan Mei 2009, tunggakan pinjaman kelompok SPP di Kecamatan Banyuputih
nol persen. Bagaimana pengelolaannya?
SPP
Desa Sumberanyar
Salah
satu hal yang menarik ketika membicarakan program SPP di Kecamatan Banyuputih
adalah pelaksanaannya di Desa Sumberanyar. Desa tersebut adalah salah satu
desa, dari lima desa, di wilayah Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo.
Desa Sumberanyar terdiri atas 6 dusun, yaitu: Sekarputih, Curahtemu, Bindung,
Ranurejo, Mimbo, dan Nyamplung. Dua di antara enam dusun tersebut berada di
wilayah pantai, sehingga 42,5% dari penduduk Desa Sumberanyar
bermatapencaharian sebagai nelayan atau penjual ikan.
Dibandingkan
dengan desa yang lain, jumlah pemanfaat SPP di Desa Sumberanyar terbanyak
sekecamatan. Dalam kurun waktu 2007-2008, dari 2.873 orang pemanfaat
sekecamatan, 1.330 orang di antaranya adalah pemanfaat yang berasal dari desa
tersebut. Artinya, 46,3% dari seluruh pemanfaat SPP di Kecamatan Banyuputih
adalah penduduk Desa Sumberanyar. Salah satu penyebabnya adalah jumlah rumah
tangga miskin (RTM) di desa tersebut cukup banyak, yaitu sekitar 45% dari
jumlah penduduk. Meski demikian, pengembalian pinjaman dari desa tersebut
sangat bagus. Tercatat, pada 2007 sampai dengan 2008 pengembaliannya 100%.
“SPP memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
Desa Sumberanyar, khususnya masyarakat yang tinggal di Dusun Mimbo dan
Nyamplung,” kata Donny Kusuma, KPMD Desa Sumberanyar.
Berdasarkan
keterangannya, sebelum adanya PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM MPd), ketika
dihadapkan kepada persoalan keuangan, sering kali masyarakat terpaksa meminjam
uang berbunga kepada tokang mabudhu’ pèssè;
tukang menganakpinakkan uang atau rentenir, dengan bunga 10-20%. Bagi
masyarakat yang memiliki barang atau surat berharga akan menjaminkan surat
tersebut di bank agar memperoleh pinjaman.
Ketika
ada program SPP dari PNPM-MPd, masyarakat menyambut baik. Mereka menilai bahwa
program tersebut sangat membantu masyarakat, terutama RTM yang tidak memiliki
barang atau surat berharga untuk dijaminkan kepada lembaga keuangan resmi.
Donny Kusuma mengatakan bahwa banyak contoh ibu-ibu yang merasa terbantu dengan
adanya SPP. Pada awalnya, hanya dengan menyerahkan proposal saja, mereka telah
mendapatkan pinjaman dari PNPM-MPd.
Pembatasan
Pinjaman
Salah
satu hal yang membuat pengelolaan SPP di Desa Sumberanyar menjadi lebih mudah,
yaitu kombinasi antara strategi yang efektif dan kerjasama antarpelaku.
Pertama, UPK menerapkan pembatasan jumlah pinjaman. Ini perlu diberlakukan,
mengingat bahwa di PNPM MPd tidak ada negative list untuk
jenis pekerjaan calon pemanfaat. Semua penduduk, terutama RTM, dengan
matapencaharian apa pun berhak mendapatkan pinjaman dari UPK. Padahal, ada
beberapa jenis pekerjaan yang berpotensi sulit membayar angsuran secara rutin
dalam 12 bulan berturut-turut, misalnya nelayan atau penjual ikan. Pekerjaan
tersebut bergantung pada musim. Nelayan dan penjual ikan pasti mengalami musim
sepi ikan; laèp,
istilah dalam bahasa setempat. Pada masa itu, penghasilan nelayan atau penjual
ikan di Desa Sumberanyar akan sangat berkurang, karena sulit mendapatkan ikan.
Beberapa kali ketika ditagih, mereka hanya berserah sambil berkata, “tadhâ’ jhuko’ sakale”,
tidak ada ikan sama sekali.
Untuk
itulah, pembatasan pinjaman perlu diterapkan. Sebelumnya, calon pemanfaat perlu
dibedakan terlebih dulu antara pemanfaat baru dan pemanfaat lama. Pemanfaat
baru perlu diperlakukan berbeda dengan pemanfaat lama, misalnya mengenai jumlah
pinjaman. Hal ini penting, mengingat UPK belum mengetahui rekam jejak atau
karakteristik pemanfaat baru. Jumlah pinjaman untuk pemanfaat baru tidak lebih
dari Rp600.000,00. Khusus untuk pemanfaat baru di wilayah pantai yang mayoritas
bermatapencaharian sebagai nelayan atau penjual ikan, pada awalnya hanya mendapat
pinjaman maksimal Rp400.000,00. Pinjaman itu diangsur selama 12 bulan. Dengan
demikian, nelayan atau penjual ikan yang menjadi pemanfaat baru diharapkan
dapat mengangsur Rp41.350,00 per bulan. Jumlah itu diperkirakan dapat dipenuhi
oleh mereka, karena artinya per hari mereka cukup menyisihkan sekitar
Rp1.400,00 dari penghasilan mereka.
Lalu,
bisakah masyarakat Desa Sumberanyar menyerap dana yang telah dialokasikan untuk
SPP? Pada 2007-2008, mereka tetap dapat menyerap dana SPP hingga 45% dari
seluruh dana SPP yang disalurkan kepada masyarakat (Rp1.418.685.000,00) karena
UPK dan pelaku di tingkat desa memfasilitasi peningkatan kuantitas calon
pemanfaat. Sekitar 630 juta rupiah dana SPP dimanfaatkan oleh 1.330 perempuan
yang tergabung dalam 72 kelompok SPP. Maksimalisasi kuantitas ini dilakukan
agar dana SPP tetap dapat dimanfaatkan secara merata oleh perempuan-perempuan
di Desa Sumberanyar yang benar-benar membutuhkan dana pinjaman SPP.
Kedua,
adanya verifikasi yang melibatkan seluruh pelaku di tingkat desa dan dusun.
Perwakilan TPK, KPMD, dan kepala dusun ikut perpartisipasi dalam proses
verifikasi. Hal ini penting, mengingat bahwa pelaku-pelaku di tingkat desa
itulah yang diharapkan mengetahui persis tentang karakteristik calon pemanfaat,
termasuk kondisi usahanya. Pelaku di tingkat desa secara aktif memberikan
masukan kepada UPK, sehingga UPK dapat meminimalisasi kesalahan dalam pemberian
pinjaman. Jika pelaku-pelaku di tingkat desa meragukan kemampuan calon
pemanfaat untuk mengangsur secara rutin setiap bulannya, UPK akan mengurangi
atau bahkan tidak menyetujui usulan pinjaman dari calon pemanfaat tersebut.
UPK
juga menerapkan disiplin prosedur dalam tahap verifikasi. Jika calon pemanfaat
yang tidak hadir ketika verifikasi tidak dapat memberikan alasan yang cukup
kuat, misalnya sakit, maka verifikasi akan diulang. Intinya, seluruh calon
pemanfaat harus hadir ketika UPK melakukan tahapan verifikasi dan penyaluran
pinjaman. Ini dilakukan agar UPK dapat mengetahui sendiri calon pemanfaat
tersebut dan calon pemanfaat pun dapat memperhatikan penjelasan tentang SPP
yang selalu diberikan fasilitator kecamatan dan UPK ketika melaksanakan
tahapan-tahapan tersebut.
Ketiga,
adanya kerjasama antarpelaku PNPM MPd dalam melakukan penagihan maupun
pembinaan kelompok. UPK tidak berjalan sendiri. KPMD, TPK, maupun aparatur desa
secara aktif ikut mendorong masyarakat yang menjadi pemanfaat dana SPP untuk
rutin mengangsur pinjaman. KPMD dan TPK tidak bosan mendatangi
kelompok-kelompok yang terlambat membayar angsuran. Kepala desa pun tidak segan
untuk memanggil dan membina pengurus kelompok yang beberapa kali terlambat
mengangsur.
Mungkin
ada satu dua orang menilai bahwa meminjam di PNPM MPd rumit dan lama; calon
pemanfaat harus melalui pelbagai tahapan. Biarlah, sambil lalu sosialisasi akan
terus ditingkatkan. Yang terpenting, sama dengan bunyi peribahasa
“berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian,” biarlah masyarakat mengerti
bahwa tidak mudah memupuk kepercayaan dalam meminjam dana, agar mereka lebih
berhati-hati dalam menjaga kepercayaan yang telah mereka peroleh dari PNPM MPd,
dalam hal ini UPK. Nantinya, jika mereka benar-benar dapat membuktikan bahwa
mereka dapat mengangsur secara rutin, mereka akan mendapatkan pinjaman yang
lebih besar lagi.
Faktanya,
menurut pengamatan KPMD Desa Sumberanyar, program SPP sangat dibutuhkan oleh
masyarakat Desa Sumberanyar. Banyak contoh yang menunjukkan adanya perkembangan
usaha para pemanfaat dana SPP setelah mereka mendapatkan tambahan modal dari
PNPM-MPd, contohnya Mak Susum dan Bu Siti Romlah. Mereka adalah pemanfaat dana
SPP yang usaha warung peracangannya meningkat setelah mendapat tambahan modal
usaha dari dana SPP.•fgs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar