Minggu, 12 Juni 2011

SPP Desa Sumberanyar: Berakit-rakit ke Hulu, Berenang-renang ke Tepian



PADA 27 Oktober 2009, Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Banyuputih menerima piagam penghargaan tingkat nasional dari Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri, sebagai UPK terbaik atas keberhasilannya mengelola dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) dan kelompok Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP). Ketika dilakukan penilaian sampai dengan Mei 2009, tunggakan pinjaman kelompok SPP di Kecamatan Banyuputih nol persen. Bagaimana pengelolaannya?

SPP Desa Sumberanyar
Salah satu hal yang menarik ketika membicarakan program SPP di Kecamatan Banyuputih adalah pelaksanaannya di Desa Sumberanyar. Desa tersebut adalah salah satu desa, dari lima desa, di wilayah Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Desa Sumberanyar terdiri atas 6 dusun, yaitu: Sekarputih, Curahtemu, Bindung, Ranurejo, Mimbo, dan Nyamplung. Dua di antara enam dusun tersebut berada di wilayah pantai, sehingga 42,5% dari penduduk Desa Sumberanyar bermatapencaharian sebagai nelayan atau penjual ikan.

Dibandingkan dengan desa yang lain, jumlah pemanfaat SPP di Desa Sumberanyar terbanyak sekecamatan. Dalam kurun waktu 2007-2008, dari 2.873 orang pemanfaat sekecamatan, 1.330 orang di antaranya adalah pemanfaat yang berasal dari desa tersebut. Artinya, 46,3% dari seluruh pemanfaat SPP di Kecamatan Banyuputih adalah penduduk Desa Sumberanyar. Salah satu penyebabnya adalah jumlah rumah tangga miskin (RTM) di desa tersebut cukup banyak, yaitu sekitar 45% dari jumlah penduduk. Meski demikian, pengembalian pinjaman dari desa tersebut sangat bagus. Tercatat, pada 2007 sampai dengan 2008 pengembaliannya 100%.

SPP memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa Sumberanyar, khususnya masyarakat yang tinggal di Dusun Mimbo dan Nyamplung,” kata Donny Kusuma, KPMD Desa Sumberanyar.

Berdasarkan keterangannya, sebelum adanya PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM MPd), ketika dihadapkan kepada persoalan keuangan, sering kali masyarakat terpaksa meminjam uang berbunga kepada tokang mabudhu’ pèssè; tukang menganakpinakkan uang atau rentenir, dengan bunga 10-20%. Bagi masyarakat yang memiliki barang atau surat berharga akan menjaminkan surat tersebut di bank agar memperoleh pinjaman.

Ketika ada program SPP dari PNPM-MPd, masyarakat menyambut baik. Mereka menilai bahwa program tersebut sangat membantu masyarakat, terutama RTM yang tidak memiliki barang atau surat berharga untuk dijaminkan kepada lembaga keuangan resmi. Donny Kusuma mengatakan bahwa banyak contoh ibu-ibu yang merasa terbantu dengan adanya SPP. Pada awalnya, hanya dengan menyerahkan proposal saja, mereka telah mendapatkan pinjaman dari PNPM-MPd.

Pembatasan Pinjaman
Salah satu hal yang membuat pengelolaan SPP di Desa Sumberanyar menjadi lebih mudah, yaitu kombinasi antara strategi yang efektif dan kerjasama antarpelaku. Pertama, UPK menerapkan pembatasan jumlah pinjaman. Ini perlu diberlakukan, mengingat bahwa di PNPM MPd tidak ada negative list untuk jenis pekerjaan calon pemanfaat. Semua penduduk, terutama RTM, dengan matapencaharian apa pun berhak mendapatkan pinjaman dari UPK. Padahal, ada beberapa jenis pekerjaan yang berpotensi sulit membayar angsuran secara rutin dalam 12 bulan berturut-turut, misalnya nelayan atau penjual ikan. Pekerjaan tersebut bergantung pada musim. Nelayan dan penjual ikan pasti mengalami musim sepi ikan; laèp, istilah dalam bahasa setempat. Pada masa itu, penghasilan nelayan atau penjual ikan di Desa Sumberanyar akan sangat berkurang, karena sulit mendapatkan ikan. Beberapa kali ketika ditagih, mereka hanya berserah sambil berkata, “tadhâ’ jhuko’ sakale”, tidak ada ikan sama sekali.

Untuk itulah, pembatasan pinjaman perlu diterapkan. Sebelumnya, calon pemanfaat perlu dibedakan terlebih dulu antara pemanfaat baru dan pemanfaat lama. Pemanfaat baru perlu diperlakukan berbeda dengan pemanfaat lama, misalnya mengenai jumlah pinjaman. Hal ini penting, mengingat UPK belum mengetahui rekam jejak atau karakteristik pemanfaat baru. Jumlah pinjaman untuk pemanfaat baru tidak lebih dari Rp600.000,00. Khusus untuk pemanfaat baru di wilayah pantai yang mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan atau penjual ikan, pada awalnya hanya mendapat pinjaman maksimal Rp400.000,00. Pinjaman itu diangsur selama 12 bulan. Dengan demikian, nelayan atau penjual ikan yang menjadi pemanfaat baru diharapkan dapat mengangsur Rp41.350,00 per bulan. Jumlah itu diperkirakan dapat dipenuhi oleh mereka, karena artinya per hari mereka cukup menyisihkan sekitar Rp1.400,00 dari penghasilan mereka.

Lalu, bisakah masyarakat Desa Sumberanyar menyerap dana yang telah dialokasikan untuk SPP? Pada 2007-2008, mereka tetap dapat menyerap dana SPP hingga 45% dari seluruh dana SPP yang disalurkan kepada masyarakat (Rp1.418.685.000,00) karena UPK dan pelaku di tingkat desa memfasilitasi peningkatan kuantitas calon pemanfaat. Sekitar 630 juta rupiah dana SPP dimanfaatkan oleh 1.330 perempuan yang tergabung dalam 72 kelompok SPP. Maksimalisasi kuantitas ini dilakukan agar dana SPP tetap dapat dimanfaatkan secara merata oleh perempuan-perempuan di Desa Sumberanyar yang benar-benar membutuhkan dana pinjaman SPP.

Kedua, adanya verifikasi yang melibatkan seluruh pelaku di tingkat desa dan dusun. Perwakilan TPK, KPMD, dan kepala dusun ikut perpartisipasi dalam proses verifikasi. Hal ini penting, mengingat bahwa pelaku-pelaku di tingkat desa itulah yang diharapkan mengetahui persis tentang karakteristik calon pemanfaat, termasuk kondisi usahanya. Pelaku di tingkat desa secara aktif memberikan masukan kepada UPK, sehingga UPK dapat meminimalisasi kesalahan dalam pemberian pinjaman. Jika pelaku-pelaku di tingkat desa meragukan kemampuan calon pemanfaat untuk mengangsur secara rutin setiap bulannya, UPK akan mengurangi atau bahkan tidak menyetujui usulan pinjaman dari calon pemanfaat tersebut.

UPK juga menerapkan disiplin prosedur dalam tahap verifikasi. Jika calon pemanfaat yang tidak hadir ketika verifikasi tidak dapat memberikan alasan yang cukup kuat, misalnya sakit, maka verifikasi akan diulang. Intinya, seluruh calon pemanfaat harus hadir ketika UPK melakukan tahapan verifikasi dan penyaluran pinjaman. Ini dilakukan agar UPK dapat mengetahui sendiri calon pemanfaat tersebut dan calon pemanfaat pun dapat memperhatikan penjelasan tentang SPP yang selalu diberikan fasilitator kecamatan dan UPK ketika melaksanakan tahapan-tahapan tersebut.

Ketiga, adanya kerjasama antarpelaku PNPM MPd dalam melakukan penagihan maupun pembinaan kelompok. UPK tidak berjalan sendiri. KPMD, TPK, maupun aparatur desa secara aktif ikut mendorong masyarakat yang menjadi pemanfaat dana SPP untuk rutin mengangsur pinjaman. KPMD dan TPK tidak bosan mendatangi kelompok-kelompok yang terlambat membayar angsuran. Kepala desa pun tidak segan untuk memanggil dan membina pengurus kelompok yang beberapa kali terlambat mengangsur.

Mungkin ada satu dua orang menilai bahwa meminjam di PNPM MPd rumit dan lama; calon pemanfaat harus melalui pelbagai tahapan. Biarlah, sambil lalu sosialisasi akan terus ditingkatkan. Yang terpenting, sama dengan bunyi peribahasa “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian,” biarlah masyarakat mengerti bahwa tidak mudah memupuk kepercayaan dalam meminjam dana, agar mereka lebih berhati-hati dalam menjaga kepercayaan yang telah mereka peroleh dari PNPM MPd, dalam hal ini UPK. Nantinya, jika mereka benar-benar dapat membuktikan bahwa mereka dapat mengangsur secara rutin, mereka akan mendapatkan pinjaman yang lebih besar lagi.

Faktanya, menurut pengamatan KPMD Desa Sumberanyar, program SPP sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa Sumberanyar. Banyak contoh yang menunjukkan adanya perkembangan usaha para pemanfaat dana SPP setelah mereka mendapatkan tambahan modal dari PNPM-MPd, contohnya Mak Susum dan Bu Siti Romlah. Mereka adalah pemanfaat dana SPP yang usaha warung peracangannya meningkat setelah mendapat tambahan modal usaha dari dana SPP.•fgs


Tidak ada komentar:

Posting Komentar