KANGJENG Nabi itu luar biasa. Bahkan dalam hal makan saja, yang tampaknya remeh bagi
sebagian orang, beliau contohkan. Nanging nganu
yå, kurange awake dhewe kuwi rak ora tau, arang, bahkan ngremehne ngaji bab ngunu kuwi. Padahal, itu dekat dengan keseharian. Dadi yå ora gumun nek suwe-suwe kita ini
ndak ada mirip-miripnya dengan
Kangjeng Nabi. Lha wong beliau lemah
lembut. Alus. Apikan. Romantis. Bahkan terhadap orang yang jahat kepada beliau. Lha awake dhewe? Bukan alim, bukan nabi,
bukan rasul, tapi gayane biyuh-biyuh.
Kasare ora karuan. Kasar, keras, dan
tegas kuwi lak bedå, tå? Jan-jane
kita ini umat Kangjeng Nabi atau Abu Lahab sih?
Dalam
salah satu riwayat disebutkan bahwa madharan,
perut, Kangjeng Nabi itu rata dengan dadanya. Six pack ngunulah kirå-kirå. Beliau itu kan rajin puasa dan gemar
berolah raga. Bahkan, ada kisah beliau berlomba lari dengan Sayyidah Aisyah
r.a..
Lha iyå, basan delåk wetengku, biyuh-biyuh. Eh, ora ding, asline wetengku six pack kok. Nglempet
lebih tepatnya. Mlembung begini sejak
kemarin lusa. Mbuh nyapå. Kemarin,
saya sudah periksa di RS Muhammadiyah. Saya diantar oleh Mas Salis. Ia teman kantor. Sama-sama pernah nyantri di Universitas Jember. Ia angkatan 2002. Setahun di bawah saya.
Diagnosis internis, saya gastritis. Dokter memberikan cetakan daftar larangan. Saya ndak boleh makan “pedes, kecut, tape ketan, permen isis, coklat, keju, santan, kuning telur, kulit ayam, gajih, sawi, jagung, gubis, kangkung, dan cambah.” Saya ndak boleh minum “kopi, teh, soda, alkohol, dan jamu pegel linu.” Lupa ndak iseng tanya, "Kalau jamu kuat, boleh Dok?"
Saya diberi obat 3 macam. Dua diminum sebelum makan dan 1 diminum setelah makan. Oh ya, saya juga ndak boleh stres. Jadi, meski tiap hari disodori berita hoaks, berita puisi yang dituduh menista agama, apa pun tå, pikiran kudu tetap tenang dan senang. Mbel!
Diagnosis internis, saya gastritis. Dokter memberikan cetakan daftar larangan. Saya ndak boleh makan “pedes, kecut, tape ketan, permen isis, coklat, keju, santan, kuning telur, kulit ayam, gajih, sawi, jagung, gubis, kangkung, dan cambah.” Saya ndak boleh minum “kopi, teh, soda, alkohol, dan jamu pegel linu.” Lupa ndak iseng tanya, "Kalau jamu kuat, boleh Dok?"
Saya diberi obat 3 macam. Dua diminum sebelum makan dan 1 diminum setelah makan. Oh ya, saya juga ndak boleh stres. Jadi, meski tiap hari disodori berita hoaks, berita puisi yang dituduh menista agama, apa pun tå, pikiran kudu tetap tenang dan senang. Mbel!
Memang,
berdasarkan weton—Absurd iki.
Muhammadiyah kok ngurusi weton. Lha piye, ngene-ngene saya orang Jawa je—saya gampang lårå weteng. Golongan
darah saya B. Ini sama saja. Mudah sakit yang berhubungan dengan makanan tak
sehat. Misalnya, jantung koroner, empedu, hati, dan lambung. Berdasarkan konsep
STIFIn, saya termasuk sensing. Orang sensing itu, sensitif perutnya. Yå wis, lengkaplah sudah.
Kangjeng
Nabi itu, diriwayatkan, rajin minum madu. Caranya, bangun tidur, beliau
mengambil madu, kulum sebentar, lalu telan. Tanpa dicampur dengan air. Pada
kemudian hari, menurut para ahli, madu yang pada dasarnya mengandung fruktosa
itu ternyata memang lebih baik dicampur dengan air liur agar mudah larut dan
dicerna oleh lambung. Minum madu pada pagi hari saat perut masih kosong dapat
melindungi lambung. Ingat, Kangjeng Nabi dhahar
ringan terakhir sekira pukul 08.00 malam.
Senin
pagi, selama perjalanan ke Desa Jogodalu, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik,
saya mengobrol ngalår-ngidul dengan
Mas Deka. Ia salah satu dari FK PNPM Mandiri Perdesaan jaman semånå yang baik, cerdas, dan idealis. Ia cerita soal banyak
hal. Mulai makanan—ia mengingatkan saya agar rajin makan buah dan sayur—dan
hubungannya dengan golongan darah, korelasi jenggot dan kesederhanaan, hikmah
salat bagi kesehatan, sampai operating
system di laptop dan implikasinya terhadap keberkahan rezeki. Jos tenan kåncå siji iki. Lha iyå tå, Senin pagi bicara soal
makanan, Selasa pagi, saya periksa perut ke dokter. Gusti Allah kuwi pancen mbuh kok.
Soal
OS tadi, “Nek OS-e bajakan, padahal
laptope dibuat bekerja, itu kan penghasilannya jadi meragukan, Mas. Isa nggak
berkah kan ya, Mas?” katanya, “Mangkane
sejak iku, aku pakai Linux, Mas. Aman wis.”
Itu
sikap kehati-hatian, saya kira. Apik
pisan. Kangjeng Nabi bahkan mengajarkan kehati-hatian kepada cucunya sejak dini.
Dikisahkan, suatu hari seseorang mengirimkan kurma ketika Kangjeng Nabi sedang
berada di masjid. Cucu beliau yang masih kecil datang. Ia memakan kurma
tersebut. Namun, karena asal kurma itu belum jelas, Kangjeng Nabi mengambil
kurma tersebut dari mulut cucunya. Beliau ingin cucunya terdidik untuk
senantiasa berhati-hati serta hanya memakan yang baik dan halal.
Wah,
ketoke aku kudu blajar Linux iki. Ubuntu atau Linux Mint-lah. Ben tambah gaya dan berkah. Barakallah ya, Akhi.•fgs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar